Bid You Goodbye

Beberapa bacaan, baik buku maupun tulisan, singkat atau panjang, di media sosial, kerap mendorongku untuk melihat ke belakang, sudah sejauh mana (tulisan) aku berkembang? Beberapa di antaranya, mengingatkanku untuk tidak jalan di tempat. Beberapa lainnya, mengingatkanku pada tokoh-tokoh (yang kataku) rekaan. Tentu tokoh-tokoh itu sudah pergi berjalan masing-masing, karena bosan kupaksakan berpasangan dengan tokoh lain yang kusayang. Tokoh pertamaku, Fadyan, ternyata sudah pergi lama sekali. Jadi sebagai cendera mata untuk cendera mata kesayanganku, aku tulis kembali cerita pendekku dengan pembaca paling banyak, karena dimuat di majalah SMA dulu. Haha! Lama sekali hidupmu, Fadyan, semoga kepergianmu dari jagatku membawa kebahagiaan.

[update: berusaha mencari jejak digital mengenai pip, tapi entah kenapa satu album berisi gambar-gambar semasa SMA kok gaada]
menemukan ini di blog, lawas sekali :D
---

Kali ini, ketikan jari.
Teruntuk kamu. Ya. Kamu.
Kamu yang mungkin tidak akan membaca ini (kecuali suatu saat aku memaksa diri sendiri untuk tidak tahu malu memberitahumu)
Apa kabar? Masih baik-baik saja? Atau makin baik tanpa aku yang (dulu) mengamati dari celah pintu menuju koperasi? Pasti kau makin baik.
Seharusnya aku menulis cerita pendek malam ini, atau bahkan malam-malam sebelumnya, waktu-waktu terdahulu, bukan malam terakhir sebelum tenggat waktu seperti ini. Tapi ya....aku procrastinator. Aku selalu tau itu. Penunda.
Ah cukup, kenapa malah berbicara tentang diriku? -_- people is naturally self-centered, there’s an excuse. Jadi.....mari mulai.
Aku penunda yang andal, pemberi maaf yang murah hati (terutama untuk diri sendiri), dan aku penggemar yang kelewat memuja. Kamu. Cuma. Kamu. Satu. Dari. Dulu.
Seharusnya aku menulis cerita pendek, tapi malah surat kepadamu yang aku tuliskan. Yang tak tersampaikan dan tak terselesaikan. Seperti lirikan saat berjalan mengendap-endap di depan kelasmu, beberapa tahun yang lalu. Seperti rangkai kata yang terus keluar, di mana aku dibudaki birokrasi. Seperti tatap mata berbinar, yang memancar saat ‘tukang cerita’ bukan ledekan yang hina.
Terima kasih telah menjadi alasan yang cukup baik untuk merangkai kata, apalagi yang akan dibaca khalayak ramai seperti ini. Aku akan meminta, memohon, agar namaku tak dicantumkan. Mereka sudah tau kisahmu. Tentang segala kehebatanmu, keluarbiasaanmu, pesonamu, kamu.
***
Pernah baca bukuku? Mungkin sampai nanti rangkai kata ini kau baca pun tak akan sampai turun cetak. Tapi....paling tidak, kau harus tahu, prolog dari kisah yang ingin sekali aku lihat ada di toko buku (dengan aku sebagai penulisnya, tentu), adalah tentangmu. Tidak semuanya sih...tapi kau mendominasi.
Pernah dengar laguku? Mungkin sampai nanti aku meracau ketika tau kau telah membaca ini pun tak akan ada versi bagusnya. Cuma potongan voicenote untuk beberapa teman, dengan suara cemprengku pula. Tapi ya.....jika kau mau tahu, lagu itu  tentangmu. Tidak persis tentangmu sih, versenya itu tentang rekanmu, yang akhirnya jadi partner-in-crime-ku. Atau dia sainganku ya? Dia bilang kamu ganteng.
Pernah melewati halaman media cetak dengan cerpen buatanku di situ? Mungkin sampai nanti aku menulis  cerita dengan benar dan bukan tentangmu pun, tak akan ada yang diketik rapi. Cuma sekali, itu pun karena koneksi, lagipula itu (ini) bukan cerita, hanya curhatanku. Tentang kamu (lagi dan lagi). Tapi...yang jelas, cerpen tulisan tanganku banyak yang bercerita tentangmu. Tidak nyata memang, tapi mimpiku (semoga) bukan fantasi.
Pernah tau puisiku? Mungkin sampai kau pindah haluan dari logikamu dan alpha untuk z itu pun, tak akan aku tunjukkan dengan sukarela tanpa terpaksa. Aku lebih suka menyebutnya rangkai kata. Tapi....jika boleh kubeberkan, banyak sekali yang tentangmu. Sampai-sampai bukuku digandrungi dan jadi candu karenamu. Karena kamu alasan di balik semua itu. Bagian terbaik dari kalimat “AKU-SUKA-KAMU-DARI DULU!” adalah imaji memilikimu. Lagi lagi, kamu.
***
Ternyata memang lebih mudah menulis surat untukmu dibanding menulis cerita pendek. Toh, kata dia, yang menawariku berceloteh dalam bisu, aku tak terikat tema. Jadi kutulis saja tentang kamu. Mumpung aku sedang berbaik hati, rela berbagi keindahanmu pada huruf-huruf mungil yang berbaris ini.
Mungkin kau tidak akan baca ini sampai akhir, aku saja mual, jijik sendiri dengan suratku yang super cheesy ini. Tapi kalau kau baca sampai akhir....rangkai kata yang paling sering diungkit, yang telah diberi nada, yang dibuat tak sengaja, itu tentangmu.
Dadah. Kamu. Skala fujita imajiner. Boneka porselen. Adiksi. Z.
P.S: semoga setelah aku menulis ini pun, kamu tetap ‘tak terlihat’
---

Sampai jumpa pada pertemuan yang tentu tidak akan ada


Comments

Popular Posts